Kita, manusia-manusia masa kini yang terbelenggu oleh kebenaran-kebenaran masa lalu. Lemah tak berdaya dalam jaring-jaring hukum warisan para pendahulu. Berontak dan melawan hanya akan memanen sindir dan cemooh dari isi kepala yang sama dalam jasmani yang baru. Lari dan sembunyi hanya merupakan suatu bentuk pengingkaran terhadap kata hati. Selamanya tidak akan lebih baik dibandingkan tunduk dan menjalankannya dengan dada yang lapang.
Pilihan mana yang kau ambil tidak akan menurunkan nilaimu di mataku. Kita hanya jiwa-jiwa bebas yang belum tahu bagaimana cara terbaik untuk menghadapinya. Mencari-cari ke segala penjuru hanya untuk tersesat dan kembali dalam sumpah serapah yang tak ada gunanya. Mengutuki kekalahan yang diperoleh tanpa ada kemampuan untuk melawan. Menyesali anugerah yang diberikanNya lewat bentuk kehidupan saat ini.
Pengandaian akan kehidupan yang lain hanya merupakan cara kita untuk melarikan diri dari tanggungjawab. Tanggungjawab untuk menyesuaikan kebenaran-kebenaran masa lalu dengan bentuk kehidupan masa kini. Mengungkapkan pemikiran yang bebas namun tetap hormat pada jiwa-jiwa masa lalu. Mengharmoniskan keduanya dalam detik-detik waktu saat ini. Hingga kita mampu berharap munculnya kemenangan bagi jiwa-jiwa masa lalu dan masa kini. Saat hukum warisan para pendahulu bukan lagi kekang untuk mengikat, melainkan tonggak untuk menopang. Siapkah kita?
Kita? Elu kali… setidaknya begitulah salah satu ungkapan yang paling kejam yang pernah saya dengar…
Entah kejam, entah tidak, terlalu banyak hal yang tidak dijelaskan ketika kita mencoba menalarnya…, namun ada beberapa hal mungkin baru bisa disentuh ketika nalar mulai ditanggalkan…
By: Cahya on 24 November 2009
at 18:02
Berarti dibutuhkan kebijaksanaan dalam menggunakan nalar itu sendiri :D.
By: hardybreck on 25 November 2009
at 11:45
Kadang ga bernalar lebih baik đŸ™‚
Terlalu banyak peduli bikin kita malah tidak tahu apa yang mesti dilakukan…
By: Cahya on 6 Desember 2009
at 03:19
Wah betul juga itu, opini yang menarik :D.
By: hardybreck on 8 Desember 2009
at 00:34
Itulah utopia. dalam hidup bernegara pun ada utopia. apa itu utopia. seorang penyair italia bilang, “utopia adalah jika engkau berjalan satu langkah, dia (utopia) akan selangkah didepanmu. jika engkau berjalan berpuluh2 langkah, maka ia (utopia) akan berjarak berpuluh2 langkah juga didepanmu. utopia tidak akan kamu capai. lalu apa pentingnya utopia? ia berguna agar engkau selalu melangkah. dan terus melangkah.”
supremasi hukum dan keadilan bernegara pun termasuk utopia…
By: gemabuluk on 24 November 2009
at 19:18
Saat ini kemana kita akan melangkah teman?
By: hardybreck on 25 November 2009
at 11:49
Uthopia? bukankah hal ini yang diajarkan oleh setiap agama? We all live in Uthopia. Untuk apa mengejar sesuatu yang tidak pasti.
By: Metaller Lengeh on 30 November 2009
at 11:27
Setidaknya mengejar lebih baik daripada menunggu dalam ketidak pastian he hee…
By: hardybreck on 8 Desember 2009
at 00:39